Apakah  Anda pernah sakit? Sakit, dalam hal ini lebih merupakan istilah untuk  perubahan aktivitas metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Banyak  penyakit yang diderita, terlebih dahulu diawali dengan proses infeksi. Infeksi adalah masuknya organisme patogen (organisme  yang menyebabkan penyakit) ke dalam tubuh inang. Inang sendiri  merupakan induk atau sel yang menjadi tumpangan organisme patogen. Jika  masuknya organisme patogen (Gambar 11.1) atau  benda-benda asing ke dalam tubuh diandaikan sebagai sebuah peperangan  maka kita dapat menyebut sistem pertahanan tubuh sebagai garis-garis  pertahanan kita terhadap musuh.

Secara garis besar, sistem pertahanan tubuh dibedakan atas sistem pertahanan tubuh nonspesifik dan spesifik.  Sistem pertahanan tubuh nonspesifik tidak membedakan mikroorganisme  patogen satu dengan lainnya. Sistem ini merupakan pertahanan pertama  terhadap infeksi. Adapun sistem pertahanan tubuh spesifik bekerja hanya  jika patogen tertentu memasuki tubuh dan telah melewati sistem  pertahanan tubuh nonspesifik internal (Campbell, 1998: 852). Sistem  pertahanan tubuh nonspesifik terbagi atas dua jenis, yaitu eksternal dan  internal. Sistem pertahanan tubuh nonspesifik eksternal meliputi  jaringan epitel, mukosa, dan sekresi jaringan tersebut.  Sementara itu, sistem pertahanan nonspesifik internal meliputi  pertahanan tubuh yang dipicu oleh sinyal kimia (kemotaksis) dan  menggunakan protein antimikroba serta sel fagosit.
1. Sistem Pertahanan Tubuh Nonspesifik Eksternal
Pertahanan tubuh terbesar dan paling mudah dilihat yang menjaga tubuh dari infeksi adalah kulit (Gambar 11.2).  Permukaan kulit mencegah mikroorganisme patogen memasuki tubuh. Kulit  yang utuh, secara normal tidak dapat dimasuki bakteri atau virus. Namun,  kerusakan yang kecil dapat menjadi jalan bagi bakteri dan virus  memasuki tubuh. Membran mukosa pada saluran pencernaan, pernapasan, dan  saluran kelamin, berfungsi juga sebagai penghalang mikroorganisme  memasuki tubuh. Selain sebagai penghalang secara fisik, jaringan epitel  dan jaringan mukosa menghalangi mikroorganisme patogen dengan pertahanan  kimiawi. Sekresi oleh kelenjar lemak dan kelenjar keringat pada kulit  membuat keasaman (pH) permukaan kulit pada kisaran 3–5. Kondisi tersebut  cukup asam dan mencegah banyak mikroorganisme berkoloni di kulit.

Air  liur, air mata dan sekresi mukosa (mukus) yang disekresikan jaringan  epitel dan mukosa, melenyapkan banyak bibit penyakit yang potensial.  Sekresi ini mengandung lisozim, suatu enzim yang dapat  menguraikan dinding sel bakteri. Selain itu, bakteri flora normal tubuh  pada epitel dan mukosa dapat juga mencegah koloni bakteri patogen.
2. Sistem Pertahan Tubuh Nonspesifik Internal
Sistem  pertahanan tubuh nonspesifik internal bergantung pada sel-sel fagosit.  Sel-sel fagosit tersebut berupa beberapa jenis sel darah putih, yaitu neutrofil dan monosit.  Selain sel-sel fagosit, terdapat protein antimikroba yang membantu  pertahanan tubuh nonspesifik internal. Sistem pertahanan tubuh  nonspesifik internal ini menyerang semua mikroba atau zat asing yang  dapat melewati pertahanan terluar tubuh.
a. Sel Fagosit
Neutrofil  dalam darah putih merupakan yang terbanyak, sekitar 60-70%. Sel  neutrofil mendekati sel yang diserang mikroba dengan adanya sinyal  kimiawi (kemotaksis). Neutrofil dapat meninggalkan peredaran darah  menuju jaringan yang terinfeksi dan membunuh mikroba penyebab infeksi.  Namun, setelah sel neutrofil menghancurkan mikroba, mereka pun akan  mati.
Perhatikan Gambar 11.3.

Sel  monosit, meski hanya sebanyak 5% dari seluruh sel darah putih,  memberikan pertahanan fagosit yang efektif. Setelah mengalami  pematangan, sel monosit bersirkulasi dalam darah untuk beberapa jam.  Setelah itu, bergerak menuju jaringan dan berubah menjadi makrofag. Sel mirip Amoeba ini  mampu memanjangkan pseudopodia untuk menarik mikroba yang akan  dihancurkan enzim perncernaannya. Namun, beberapa mikroba telah  berevolusi terhadap cara makrofag. Misalnya, beberapa bakteri memiliki  kapsul yang membuat pseudopodia makrofag tidak dapat menempel. Bakteri  lain kebal terhadap enzim pelisis fagosit dan bahkan dapat bereproduksi  dalam sel makrofag. Beberapa makrofag secara permanen berada di  organorgan
tubuh dan jaringan ikat.
Selain  neutrofil dan monosit, terdapat juga eosinofil yang berperan dalam  sistem pertahan nonspesifik internal. Sekitar 1,5% sel darah putih  merupakan eosinofil. Eosinofil memiliki aktivitas fagositosit yang  terbatas, namun mengandung enzim penghancur di dalam granul  sitoplasmanya. Eosinofil berperan dalam pertahanan tubuh terhadap cacing  parasit. Eosinofil
memposisikan diri di permukaan cacing dan menyekresikan enzim dari granul untuk menghancurkan cacing tersebut.
b. Protein Antimikroba
Protein yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh nonspesifik disebut sistem komplemen.  Protein tersebut dapat secara langsung membunuh mikroorganisme ataupun  mencegah reproduksinya. Terdapat sekitar 20 jenis protein yang termasuk  dalam sistem ini. Histamin dan
interleukin  termasuk protein ini. Protein komplemen bersirkulasi dalam darah dalam  bentuk tidak aktif. Jika beberapa molekul dari satu jenis protein  komplemen aktif, hal tersebut memicu gelombang reaksi yang besar. Mereka  mengaktifkan banyak molekul komplemen lain. Setiap molekul yang  teraktifkan, akan mengaktifkan jenis protein komplemen lain dan begitu  seterusnya. Aktivasi protein komplemen terjadi jika protein komplemen  tersebut berikatan dengan protein yang disebut antigen. Antigen telah  dimiliki oleh patogen. Aktivasi dapat terjadi
ketika  protein komplemen berikatan langsung dengan permukaan bakteri. Beberapa  protein komplemen dapat bersatu membentuk pori kompleks yang  menginduksi lisis (kematian sel) pada patogen. Beberapa protein  komplemen yang teraktifkan juga menyebabkan respons pertahanan tubuh  nonspesifik yang disebut peradangan (inflamasi). Selain itu, “menarik” selsel
fagosit menuju sel atau jaringan yang rusak.
3. Respons Tubuh pada Sistem Pertahanan Tubuh Nonspesifik
Infeksi  mikroba patogen direspons oleh tubuh dengan reaksi peradangan  (inflamasi) dan demam. Radang merupakan reaksi tubuh terhadap kerusakan  sel-sel tubuh yang disebabkan oleh infeksi, zat-zat kimia, ataupun  gangguan fisik lainnya, seperti benturan dan panas. Gejala radang dapat  berupa sakit, panas bengkak, kulit memerah dan gangguan fungsi dari  daerah yang terkena radang. Bisul, bengkak, dan gatal merupakan beberapa  bentuk peradangan. Demam merupakan salah satu respons tubuh terhadap  radang. Ketika demam, suhu tubuh akan naik melebihi suhu tubuh normal.  Bakteri, virus, sel-sel kanker, dan sel-sel yang mati menghasilkan zat  yang disebut pyrogenexogen. Zat tersebut merangsang makrofag dan monosit mengeluarkan zat pyrogen-endogen yang  merangsang hipotalamus menaikkan suhu tubuh sehingga timbul perasaan  dingin, menggigil, dan suhu tubuh yang meningkat. Suhu tubuh yang tinggi  menguntungkan karena bakteri dan virus akan lemah sehingga mati pada  suhu tinggi. Metabolisme, reaksi kimia, dan sel-sel darah putih akan  lebih aktif dan cepat sehingga mempercepat penyembuhan. Namun, terdapat  efek lain dari naiknya suhu tubuh ini. Sakit kepala, pusing, lesu,  kejang, dan kerusakan otak permanen yang membahayakan tubuh dapat
terjadi akibat naiknya suhu tubuh.
Sumber :
Ferdinand, Fictor dan Ariebowo, Moekti. 2009. Praktis belajar biologi 2 : untuk kelas XI Sekolah Menengah Atas program IPA. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. h.204 – 207.
Biologi SMA : Pertahanan Tubuh Nonspesifik
![Biologi SMA : Pertahanan Tubuh Nonspesifik]() Reviewed by writer
        on 
        
21.59
 
        Rating:
 
        Reviewed by writer
        on 
        
21.59
 
        Rating: