Secara umum, sistem peredaran darah  berfungsi mengangkut makanan dan zat sisa hasil metabolisme. Selain itu,  sistem peredaran darah juga berfungsi sebagai berikut.
1. Mengangkut zat buangan dan substansi beracun menuju hati untuk didetoksifikasi (dinetralkan) atau ke ginjal untuk dibuang.
2. Mendistribusikan hormon dari kelenjar dan organ yang memproduksinya ke sel-sel tubuh yang membutuhkannya.
3. Mengatur suhu tubuh melalui aliran darah.
4. Mencegah hilangnya darah melalui mekanisme pembekuan darah.
5. Melindungi tubuh dari bakteri dan virus dengan mensirkulasikan antibodi dan sel darah putih.
Pada prinsipnya, sistem peredaran darah memiliki empat komponen utama sebagai berikut.
1. Darah, berfungsi sebagai medium pengangkut untuk nutrisi, udara, dan zat buangan.
2. Jantung, berfungsi memompa darah sehingga dapat beredar ke seluruh tubuh.
3. Pembuluh darah, merupakan saluran tempat darah beredar ke seluruh tubuh.
4.  Sistem lain yang dapat menambah atau mengurangi kandungan dalam darah.  Misalnya, usus halus dalam sistem pencernaan tempat darah mendapatkan  nutrisi yang akan dibawa ke seluruh tubuh, atau ginjal tempat darah  mengurangi konsentrasi urea yang dikandungnya.
1. Komposisi Darah
Manusia  rata-rata mempunyai lima sampai enam liter darah, atau sekitar 8% dari  total berat badannya. Apabila darah diendapkan dengan proses  sentrifugasi, darah terbagi menjadi dua bagian, yaitu plasma darah dan selsel darah (Starr and Taggart, 1995: 656). Perhatikan Gambar 5.1.

a. Plasma Darah
Plasma  darah merupakan komponen darah yang paling banyak, yaitu sekitar  55%-60% bagian dari darah. Plasma darah terdiri atas 90% air dan 10%  sisanya berupa zat-zat yang terlarut di dalamnya yang harus diangkut ke  seluruh tubuh. Zat-zat terlarut tersebut terdiri atas protein, hormon,  nutrisi (glukosa, vitamin, asam amino, lemak), gas (oksigen dan karbon  dioksida), garam-garam (sodium, kalsium, potasium, magnesium), serta zat  buangan seperti urea.
Protein dalam plasma darah merupakan zat terlarut yang paling banyak. Terdapat tiga bagian utama protein plasma darah, yaitu:
1) albumin, berperan dalam mengatur tekanan osmotik darah (mengontrol aliran air yang masuk ke dalam membran plasma);
2) globulin, mengangkut nutrisi makanan dan berperan dalam sistem kekebalan tubuh;
3) fibrinogen, berperan dalam proses pembekuan darah.
b. Sel-Sel Darah
Hampir  45% dari volume darah manusia merupakan sel-sel darah. Darah mengandung  beberapa tipe sel darah yang memiliki fungsi yang berbedabeda. Terdapat  tiga macam sel darah, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).
1) Sel darah merah
Eritosit (erythro = merah, cyto = sel) tidak memiliki inti sel dan berbentuk bikonkaf sehingga memiliki luas permukaan yang besar (Gambar 5.2).  Pria rata-rata mempunyai eritrosit ± 5 juta per mm3 darahnya, sedangkan  wanita mempunyai eritrosit ± 4,5 juta per mm3 darahnya. Mengapa bisa  demikian? Eritrosit berwarna merah karena mengandung hemoglobin,  yaitu sebuah molekul kompleks dari protein dan molekul besi (Fe).  Setiap molekul hemoglobin dapat berikatan dengan empat molekul oksigen (Gambar 5.3).  Oksigen diperoleh ketika sel darah melewati kapiler-kapiler alveolus di  paruparu. Hemoglobin kurang reaktif terhadap molekul karbon dioksida.  Oleh karena itu, karbon dioksida yang diperoleh dari sel lebih banyak  larut dalam plasma darah.


Hemoglobin  yang berikatan dengan oksigen akan berwarna merah cerah. Adapun  hemoglobin yang tidak berikatan dengan oksigen, berwarna merah gelap  atau kebiru-biruan. Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang.  Misalnya, di tulang dada, tulang lengan atas, tulang kaki atas, dan  tulang pinggul. Sel darah merah tidak mempunyai inti sel sehingga sel  darah merah tidak dapat hidup lama. Sel darah merah hanya dapat hidup  sekitar 120 hari. Setiap detik lebih kurang 2 juta sel darah merah dalam  tubuh kita mati dan digantikan oleh yang baru. Sel darah yang mati atau  rusak dikeluarkan dari sistem peredaran darah. Kemudian, masuk ke hati  atau limfa untuk dipecah. Zat besi yang dikandung sel darah tersebut  kemudian diangkut darah menuju sumsum tulang untuk dirakit kembali  menjadi molekul hemoglobin yang baru hingga akhirnya terbentuk sel darah  yang baru. Walaupun proses daur ulang tersebut memiliki nilai efisiensi  yang tinggi, ada sebagian kecil zat besi yang dibuang dan harus  digantikan melalui makanan. Pendarahan akibat kecelakaan atau menstruasi  mengurangi zat besi yang disimpan.
2) Sel Darah Putih
Sel  darah putih tidak memiliki hemoglobin sehingga tidak berwarna merah,  serta ukuran dan jumlah sel darah putih berbeda dengan sel darah merah.  Perbandingan jumlah sel darah putih dan sel darah merah mencapai 1:500  hingga 1:1000. Artinya, terdapat 500 hingga 1000 sel darah merah untuk  setiap satu sel darah putih. Ukuran sel darah putih lebih besar daripada  sel darah merah. Sel darah putih memiliki inti sel sehingga dapat  bertahan hidup selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sel darah  putih berdasarkan karakteristik sitoplasmanya dapat dibagi menjadi dua,  yaitu granulosit dan agranulosit.
Granulosit merupakan kelompok sel darah putih yang sitoplasmanya bergranula. Granulosit terdiri atas neutrofil, eosinofil, dan basofil.  Neutrofil adalah sel darah putih yang granulanya menyerap zat warna  yang bersifat netral. Sementara itu, eosinofil granulanya menyerap zat  warna yang bersifat asam, sedangkan basofil granulanya menyerap zat  warna yang bersifat basa. Sementara itu, agranulosit merupakan kelompok sel darah putih yang sitoplasmanya tidak bergranula, terdiri atas limfosit dan monosit.  Limfosit dinamai demikian karena sel ini terdapat juga pada cairan  limfa. Adapun monosit merupakan sel darah putih yang berukuran besar.

Sel  darah putih dibentuk di limfa dan sumsum tulang. Secara umum, sel darah  putih berperan dalam pertahanan tubuh. Sel darah putih akan mematikan  organisme atau zat asing berbahaya yang masuk ke dalam tubuh, terutama  yang masuk melalui jaringan darah. Eosinofil dan monosit dapat bersifat  fagositik terhadap sel asing, seperti sel bakteri dan sel kanker. Dalam  melaksanakan fungsinya, monosit dapat membesar menjadi makrofag.  Limfosit juga dapat menonaktifkan mikroorganisme asing yang memasuki  tubuh. Berbeda dengan eosinofil dan monosit, limfosit bekerja spesifik  dengan mengenali jenis mikroorganisme tertentu yang akan dinonaktifkan.  Limfosit terdiri atas limfosit T yang dimatangkan di kelenjar timus,  sedangkan limfosit B dimatangkan di sumsum tulang. Penjelasan fungsi  sel-sel ini akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab Sistem Pertahanan  Tubuh.
3) Keping Darah
Keping-keping darah (trombosit) merupakan fragmen-fragmen besar sel yang disebut megakariosit.  Jadi, keping-keping darah bukan merupakan satu sel yang utuh. Seperti  sel darah merah, keping-keping darah tidak mempunyai inti sel dan masa  hidupnya pun pendek, yaitu sekitar 10–12 hari. Keping-keping darah  berperan dalam proses penghentian pendarahan. Penghentian pendarahan  adalah proses yang kompleks. Pembekuan dimulai ketika keping-keping  darah dan faktor-faktor lain dalam plasma darah kontak dengan permukaan  yang tidak biasa, seperti pembuluh darah yang rusak atau terluka. Ketika  ada permukaan yang terbuka pada pembuluh darah yang terluka,  keping-keping darah segera menempel dan menutupi permukaan yang terbuka  tersebut. Keping-keping darah yang menempel, faktor lain, dan jaringan  yang terluka memicu pengaktifan trombin, sebuah enzim, dari protrombin dalam plasma darah. Trombin yang terbentuk akan mengkatalis perubahan fibrinogen menjadi benang-benang fibrin.

Molekul  fibrin menempel satu sama lain, membentuk jaringan berserat. Jaringan  protein fibrin ini, menghentikan aliran darah dan membuat darah menjadi  padat, seperti gelatin ketika sudah dingin. Jaringan ini membuat sel  darah merah terperangkap dan menambah kepadatan dari darah yang beku.  Untuk memahami proses pembekuan darah, perhatikan Gambar 5.5.

2. Golongan Darah
Golongan darah pada manusia ditentukan oleh protein spesifik yang terdapat di membran sel darah merah. Pada awal abad ke-19, Karl Landsteiner, seorang ilmuwan Australia bersama dengan Denath, mengelompokkan darah menjadi empat tipe, yaitu A, B, AB, dan O. Hal tersebut bergantung pada ada-tidaknya protein spesifik dalam membran plasma pada sel darah merah yang disebut aglutinogen (antigen). Antigen merupakan molekul yang menyebabkan pembentukan antibodi (aglutinasi). Jika seseorang memiliki aglutinogen A di sel darah merahnya, dalam plasma darah akan terbentuk aglutinin? atau biasa dikenal dengan anti-B. Orang tersebut memiliki golongan darah A. Sebaliknya, jika terdapat aglutinogen B, orang tersebut bergolongan darah B dan memiliki aglutinin ? atau anti–A. Sementara itu, orang yang memiliki aglutinogen A dan B, ia tidak memiliki anti–A maupun anti–B, dan golongan darahnya adalah AB. Bagaimana dengan orang yang bergolongan darah O? Untuk lebih jelasnya, perhatikan Tabel 5.1.

Jika golongan darah yang berbeda dicampurkan, darah-darah tersebut biasanya menggumpal. Proses menggumpalnya darah ini disebut aglutinasi.  Jika darah dari golongan yang sama dicampurkan, penggumpalan tidak  terjadi. Pada 1940, Dr. Landsteiner menemukan bahwa golongan darah A  juga dapat diberikan kepada kera Macaca rhesus. Akan tetapi,  15% dari jumlah sampel mengalami penggumpalan. Dr. Landsteiner menemukan  bahwa sampel yang mengalami penggumpalan tersebut tidak memiliki faktor  Rh dalam darahnya. Darah yang demikian disebut dengan rh-. Hanya darah  yang mengandung faktor Rh (rh+) yang dapat menjadi donor bagi kera Macaca rhesus.
Sistem  rhesus ini sangat penting diperhatikan oleh ibu hamil. Jika darah ibu  tersebut rh–, sedangkan anaknya rh+, dikhawatirkan ada antigen rh+ anak  yang masuk ke dalam darah ibu. Akibatnya, akan dibentuk aglutinin rh di  tubuh ibu. Kondisi ini akan membahayakan anak yang dikandungnya. Pada  kehamilan pertama, kemungkinan besar anak yang dilahirkan akan selamat  karena belum banyak terbentuk anti-rh di tubuh ibu. Pada kehamilan kedua  dan seterusnya, risiko terjadi penggumpalan pada darah bayi semakin  besar karena anti-rh yang terbentuk di tubuh si ibu semakin banyak.  Keadaan tersebut dinamakan eritroblastosis fetalis (Gambar 5.6).

Dari  pengetahuan golongan darah ABO dan Rh inilah pemberian dan penerimaan  darah antarmanusia dapat dilaksanakan. Pemberian dan penerimaan darah  ini disebut transfusi darah. Hal yang perlu  diperhatikan dalam transfusi darah adalah menghindari terjadinya  penggumpalan darah akibat reaksi antibodi penerima darah (resipien). Berikut tabel transfusi darah antara pemberi darah (donor) dan resipien.

Berdasarkan teori, golongan darah AB dapat menerima semua golongan darah dan disebut resipien universal. Adapun golongan darah O, dapat memberi kepada semua golongan darah dan disebut donor universal.  Namun, pada kenyataannya hal tersebut lebih baik dihindari agar tidak  terjadi halhal yang tidak diinginkan. Transfusi darah sebaiknya  dilakukan antara golongan darah yang sama.
Sumber :
Ferdinand, Fictor dan Ariebowo, Moekti, 2009, Praktis belajar biologi 2 : untuk kelas XI Sekolah Menengah Atas program IPA, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, h. 76 – 81.
Biologi SMA : Sistim Peredaran Darah pada Manusia
![Biologi SMA : Sistim Peredaran Darah pada Manusia]() Reviewed by writer
        on 
        
01.33
 
        Rating:
 
        Reviewed by writer
        on 
        
01.33
 
        Rating: